MAKALAH
ISBD
PERMASALAHAN
TRADISI UANG JAPUIK DI PARIAMAN
Disusun
oleh:
ADITIA
AGUNG PRATAMA
1208627
AKUNTANSI
FAKULTAS
EKONOMI
UNIVERSITAS
NEGERI PADANG
2012
BAB
I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Kenapa mesti ada tradisi manjapuik laki-laki di Pariaman? Lho
kemana harga dirinya? Pariaman memiliki sistem pernikahan yang unik dari daerah
lainnya di Minangkabau. Mempelai lelaki (marapulai)
dijemput secara adat dalam suatu perkawinan merupakan sesuatu yang lumrah dan
umum terjadi dalam masyarakat di daerah lain di Minangkabau. Akan
tetapi,marapulai dijemput dengan mensyaratkan adanya uang japuik (uang jemputan) adalah tradisis khas masyarakat dan
merupakan ciri dari kota sala lauk
ini.
Menurut Datuak Rajo Bungsu “Di alam
Minagkabau seorang perempuan itu telah didudukan pada posisi yang tinggi,begitu
juga dalam masalah pernikahan”. Sebelum itu di Minagkabau ini kita mengenal ada
empat macam jenis adat:
1.
Adat
nan sabana adat (Adat yang sebenar adat)
merupakan
falsah hidup orang Minagkabau yang diwarisi secara turun-temurun “indak lakang dek panah,ndak lapuak dek ujan”.
2.
Adat
nan diadatkan (Adat yang diadatkan)
Merupakan
peraturan setempat yang diputuskan secara musyawarah dan mufakat atau aturan
yang berlaku di suatu nagari
(negeri/daerah)
3. Adat nan taradat (Adat
yang beradat)
Merupakan
kebiasaan seorang dalamkehidupan bermasyarakat.
4.
Adat
istiadat
Merupakan
kelaziman dalam sebuah nagari
(negeri/daerah) yang mengikuti situasi masyarakat.
Tradisi
bajapuik ini masuk ke dalam adat nan
diadatkan. Menurut Martias Mahyudin “uang
japuik (uang jemputan) ini merupakan beban yang harus ditanggung oleh
orangtua pihak perempuan,mulai dari mencari,meminang,hingga bertunangan. Bahkan,
ketika selesai perhelatan pun membutuhkan biaya yang banyak.
2.
Rumusan Masalah
1.
Apa itu tradisi uang japuik di Pariaman?
2.
Bagaimana cara pengambilan kesepakatan
dari uang japuik?
3.
Bagaimana uang japuik dijalankan oleh masyarakat Pariaman sekarang ini?
3. Tujuan
1. Memaparkan
tentang tardisi uang japuik
2.
Menjelaskan secara kronoligis tentang pengambilan
kesepakatan dalam uang japuik
3.
Memaparkan uang japuik yang dijalankan oleh masyarakat Pariaman
BAB
II
PEMBAHASAN
1.
Tradisi
uang japuik
Menurut samudra “ uang japuik adalah nilai tertentu yang akan dikembalikan kemudian
kepada keluarga pengantin wanita pada saat setelah dilakukan acara pernikahan.
Pihak pengantin pria akan mengembalikan dalam bentuk pemberian berupa emas atau
barang berharga lainnya yang niainya setara dengan nilai uang japuik”.
Tradisi uang
japuik ditandai dengan adanya uang pinangan yang dikenal dengan istilah uang japuik yang diberikan oleh pihak
mempelai wanita kepada pihak mempelai pria. Biasanya jumlah uang japuik itu merupakan hasil
kesepakatan antara mamak kedua belah pihak. Pada awalnya uang japuik ini berlaku bagi calon menantu yang hanya bergelar sutan,bagindo,dan sidi. Ketiga gelar ini diwariskan menurut nasab atau garis
keturunan ayah atau patriakat,
sedangkan sekarang jumlah uang japuik tersebut tidak hanya berdasarkan gelar
tetapi juga melihat pangkat,jabatan,gelar sarjana dan pekrjaan si lelaki yang
akan diambil untuk menjadi menantu dan pasangan kemanakannya.
Hal ini juga dikemukakan Sri Meiyenti dan Syahrizal
dalam hasil penelitiannya, yaitu besar kecilnya pembayaran uang japuik tergantung dari status sosial si laki-laki yang akan
diambil jadi menantu. Secara tradisional gelar kebangsawanan yang menjadi tolak
ukur besar kecilnya uang japuik.
Kalau orang bergelar sidi,bagindo,dan
sutan jemputannya lebih besar
dibandingkan dengan orng biasa karea orang ingin anak cucunya dialiri darah
bangsawan. Sekarng cenderung melihat status sosial, seperti dokter,insinyur,dan
sarajana (Meiyeti, Sri dkk:2010). Uang
japuik ini berfungsi sebagai salah satu persyaratan pernikahan.
Pada umumnya bajapuik
(dijemput) merupakan tradisis yang dilakukan oleh orang minang dalam prosesi
adat perkawinan,karena dalam sistem matrilineal posisi suami (urang sumando) merupakan orang datang.
Oleh karena itu, “datang dek dipanggia tibo dek dianta” (datang
karena dipanggil,tiba karena diantar) diwujudkan kedalam bentuk prosesi
bajapuik dalam perkawinan.
Namun, di Pariaman prosesi ini diinterprestasikan
kedalam bentuk tradisis bajapuik,
yang melibatkan barang-barang yang bernilai seperti uang,emas,dan
upiah.sehingga kemudian dikenal dengan uang
japuik (uang jemputan), agiah jalang
(uang atau emas yang diberikan oleh pihak laki-laki saat pasca pernikahan).
Secara teoritia tradisi bajapuik ini
mengandung makna saling harga menghargai antara pihak perempuan dengan pihak
laki-laki. Ketika laki-laki dihargai dalam bentuk uang japuik,maka sebaliknya pihak
perempuan dihargai dengan uang atau emas yang dilebihkan nilainya dari uang japuik.
Kabarnya dahulu pihak laki-laki akan merasa malu
kepada pihak perempuan dan urang nagari,
jika nilai agiah jalangnya lebih rendah
dari pada nilai uang japuik yang
telah mereka terima, tapi sekarang yang terjadi malah sebaliknya. Makna saling
menghargai inilah yang menjadi prinsip dasar dari tradisis bajapuik. Namun dalam realitasnya yang terjadi saat ini, terdapat
jurang yang tajam antara teori dan prakteknya.
2.
Cara
pengambilan kesepakatan uang japuik
Mengenai cara pengambilan kesepakatan uang japuik tersebut,pengambilan
keputusan berapa besar biaya nya uang
japuik dan uang hilang itu pada
saat acara ma antaan tando
(mengantarkan tanda). Dimana pada saat ma antaan tando (mengantarkan tanda) ini
keluarga/rombongan dari pihak wanita membawa buah tangan,biasanya buah tangan
yang dibawa itu berupa kue,nasi kunyit,lapek,singgang ayam,ayam goreng,dan
buaha-buahan. Bawaan ini jumlah nya bisa mencapai ratusan dan nanti akan dibagikan oleh pihak laki-laki
pada kelurganya serta urang nagari dengan makna memberitahukan pada semua orang
bahwa anak laki-lakinya akan segera berkeluarga. Pengambilan keputusan dapat di
ilustrasikan sebagai berikut:
“Uang hilang
tiga puluh juta. Uang japuik sepuluh
emas.”kata bagindo pulin
Semuanya
diam. Hening sesaat. Akan tetapi terdengar juga suara berbisik-bisik diantara
mereka.Mengapa harga setinggi itu?
“Ringankanlah
sedikit?” Seseorang dari keluarga mempelai wanita menawar.
“Minta kurang boleh, tapi tidak terlalu diturunkan.
“mereka mulai berdebat. Perdebatan antara kelompok mempelai wanita dengan
kelompok mempeli pria.
“Lima belas juta uang
hilang dan uang japuik lima
emas.” Tawar keluarga mempelai wanita.
Rombongan
keluarga mempelai pria berbisik seakan tidak setuju dengan tawaran tersebut.
“Dikerat dua sajalah”.
“Terlalu murah. Kalau sanggup dua puluh juta.”kata
kelompok mempelai pria
Rombongan
keluraga mempelai wanita berbisik mereka seakan merestui permintaan itu.
“Bagaimana Mak
Uniang? Dua pulah juta uang japuik
dan uang hilang sepuluh emas”.
“Ya kalau itu sudah kata sepakat kita bersama,”jawab
Mak Uniang mengiyakan.
Dari ilustrasi di atas dapat disimpulkan kalau
pengambilan keputusan itu tidak hanya sekali tawar langsung jadi,tapi ada tarik
ulurnya. Setelah tercapai kata sepakat, maka pelunasan dari uang japuik dan uang hilang tersebut diberikan pada saat manjapuik mempelai pria pada saat akan berlangsungnya ijab qabul.
3.
Tradisi
uang japuik di tengah-tengah
masyarakat Pariaman sekarang ini
Dewasa ini, tradisi uang japuik di Pariaman masih dipertahankan dalam prosesi
pernikahan adat di Pariaman. Dalam pelaksanaannya, untuk dapat menjalankan adat
bajapuik ini banyak hal yang bisa
dilakukan. Misalnya, jika ada pasangan yang sudah mengenal terlebih dahulu,
karena suka sama suka maka mereka berdua yang bekerja sama untuk menyediakan uang japuik tersebut atau bahkan
laki-laki yang memberikan uang japuik
tersebut kepada si wanita untuk diserahkan kepada mamak yang laki-laki sebagai uang japuik dirinya. Karena uang japuik itu tidak untuk dibagikan
kepada pihak keluarga laki-laki, tapi digunakan untuk biaya pesta pernikahan
dan untuk dikembalikan pada mempelai wanita atau agiah jalang.
Tradisi bajapuik
sekarang ini tidak hanya berlaku bagi mempelai pria yang memang asli keturunan
pariaman saja. Daerah diluar pariaman sekarang juga memanfaatkan tradisi bajapuik ini bagi laki-laki yang berasal
bukan dari pariaman. Mereka juga meminta putra nya untuk di japuik sama seperti masyarakat asli
pariaman. Selain meminta uang japuik
mereka juga meminta juadah(makanan
khas pariaman yang terdiri dari ). Tetapi kebanyakan dari agiah jalang yang diberikan oleh pihak laki-laki luar pariaman ini
sangat sedikit dibandingkan dengan uang
japuik yang diberikan.
Selain itu juga ada laki-laki Pariaman tidak dijapuik sama sekali. Karena biasanya si
laki-laki yang meminta pada orangtua perempuan agar mau dipersuntingnya.
Biasanya si laki-laki telah memadan mamak nya terlebih dahulu, agar tidak
meminta uang japuik pada keluarga
perempuan. Biasanya si laki-laki juga akan membelikaan alat-alat kamar untuk si
perempuan, malahan ada juga yang memberikan uang untuk modal pernikahan.
Memang pada prakteknya saat ini, yang namanya uang japuik itu tidak hanya menjadi
urusan mamak semata. Tapi, juga menjadi urusan bagi kedua calon mempelai. Dulu
masalah bajapuik ini memang mutlak
berada ditangan mamak, malahan kalau tidak sesuai japuiknya dengan yang diminta oleh mamak si laki-laki, maka mereka
bisa batal untuk mengarungi bahtera rumah tangga.
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Tradisi merupakan adat istiadat yang lahir dan turun temurun berkembang dan
dijalankaan dalam masyarakat. Tradisi yang dimiliki oleh suatu daerah belum
tentu dimiliki dan dijalankaan di daerah lain.
Tradisi uang japuik di Pariaman
merupakan sebuah tradisi yang lahir dan dijalankan oleh masyarakat di Pariaman
dan peran mamak sangatlah besar untuk keberlangsungan tradisi ini. Tradisi ini
ada ketika dua buah keluarga akan mengadakan sebuah pernikahan. Sebuah
pernikahan tidak akan dicapai atau sebuah rundingan tidak akan duduk jika mamak
tidak ada.
Ketika laki-laki dihargai dalam bentuk uang
japuik, maka sebaliknya pihak perempuan juga diharagai dengan uang,emas,
dan barang berharga lainnya (agiah jalang) yang nilainya dilebihkan daari uang japuik.
Dewasa ini, besar kecilnya uang
japuik tidak lagi sepenuhnya berdasarkan gelar kebangsawanan si laki-laki
yaitu sidi,bagindo, dan sutan. Tapi juga telah melihat status
sosial dari si laki-laki, seperti pekerjaan,jabatan,pangkat, dan gelar.
2. Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas saran yang direkomendasikan adalah sebagai
berikut:
1.
Bagi calon peneliti masalah ini, agar meneliti lebih
dalam tentang bagaimana dan sampai kenapa ada yang namanya uang japuik di Pariaman.
2.
Supaya masyarakat luar Pariaman tidak hanya menilai
adat Pariaman khususnya bajapuik ini
sebagai ajang merendahkan harga diri laki-laki saja. Tapi, lebih paham maksud
dan tujuan dari bajapuik ini sendiri.
3.
Mamak dari pihak laki-laki janganlah terlalu keras
dalam pengambilan keputusan berapa besarnya uang japuik kemenakannya.
4.
Besarnya uang japuik itu seharusnya juga melihat
status sosial dari pihak perempuan serta perjalanan asmara si laki-laki dan
perempuan tersebut
REFERENSI
Adona, Fitri. 1991. Pemberontakan “Matriakat” Pariaman
terhadap doktrin
H. A. Dt. Rajo Mangkuto. 2010. Keseulthanan
Minangkabau Pagaruyuang Darul Quorar : Dalam Sejarah dan Tambo Adat. Jakarta
Pusat : Taushia.
Sumber Internet
http://adat-budaya minang.blogspot.com/ html