Senin, 24 Desember 2012

puisi



Sepenggal lirik lagu yang menemani ku dikala merindukanmu papa
Teringat masa kecilku
Kau lambung dan kau manja
indahnya saat itu
Buatku melambung
Disismu ku terngiang hangat nafas segar harum tubuhmu
Kau tuturkan segala mimpi-mimpi serta harapanmu
Kau ingin ku menjadi yang terbaik bagimu
Patuhi perintah mu
Jauhkan godaan yang mungkin yang mungkin ku lakukan
Dalam waktu ku beranjak dewasa
Jangan sampai membuatku
Terbelenggu jatuh dan terinjak
Tuhan tolong sampaikan sejuta sayangku untuknya,ku trus berjanji takan hianati pintanya
Papa dengarlah betapa sesungguhnya ku mencintai mu
Kan kubuktikan ku mampu penuhi maumu
Andaikan detik itu kan terukir kembali
ku redupkan suasan basuh jiwaku membahagiakan aku yang haus akan kasih dan sayang mu
kuwujudkan segala sesuatu yang pernah terlewati
Tuhan tolonglah sampai kan sejuta sayangku untuknya ku terus berjanji takan hianati pintanya
Papa dengarlah betapa sesungguhnya ku mencintai mu
Kan ku buktikan ku mampu penuhi mau mu....


makalah ISBD


MAKALAH ISBD
PERMASALAHAN TRADISI UANG JAPUIK  DI PARIAMAN










Disusun oleh:
ADITIA AGUNG PRATAMA
1208627
 AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2012


BAB I
PENDAHULUAN

1.     Latar Belakang

             Kenapa mesti ada tradisi manjapuik laki-laki di Pariaman? Lho kemana harga dirinya? Pariaman memiliki sistem pernikahan yang unik dari daerah lainnya di Minangkabau. Mempelai lelaki (marapulai) dijemput secara adat dalam suatu perkawinan merupakan sesuatu yang lumrah dan umum terjadi dalam masyarakat di daerah lain di Minangkabau. Akan tetapi,marapulai dijemput dengan mensyaratkan adanya uang japuik (uang jemputan) adalah tradisis khas masyarakat dan merupakan ciri dari kota sala lauk ini.
             Menurut Datuak Rajo Bungsu “Di alam Minagkabau seorang perempuan itu telah didudukan pada posisi yang tinggi,begitu juga dalam masalah pernikahan”. Sebelum itu di Minagkabau ini kita mengenal ada empat macam jenis adat:
1.      Adat nan sabana adat (Adat yang sebenar adat)
merupakan falsah hidup orang Minagkabau yang diwarisi secara turun-temurun “indak lakang dek panah,ndak lapuak dek ujan”.
2.      Adat nan diadatkan (Adat yang diadatkan)
Merupakan peraturan setempat yang diputuskan secara musyawarah dan mufakat atau aturan yang berlaku di suatu nagari (negeri/daerah)
3.      Adat nan taradat (Adat yang beradat)
Merupakan kebiasaan seorang dalamkehidupan bermasyarakat.
4.      Adat istiadat
Merupakan kelaziman dalam sebuah nagari (negeri/daerah) yang mengikuti situasi masyarakat.
            Tradisi bajapuik ini masuk ke dalam adat nan diadatkan. Menurut Martias Mahyudin “uang japuik (uang jemputan) ini merupakan beban yang harus ditanggung oleh orangtua pihak perempuan,mulai dari mencari,meminang,hingga bertunangan. Bahkan, ketika selesai perhelatan pun membutuhkan biaya yang banyak.

2.     Rumusan Masalah

1.      Apa itu tradisi uang japuik di Pariaman?
2.      Bagaimana cara pengambilan kesepakatan dari uang japuik?
3.      Bagaimana uang japuik dijalankan oleh masyarakat Pariaman sekarang ini?

3.     Tujuan
1.      Memaparkan tentang tardisi uang japuik
2.      Menjelaskan secara kronoligis tentang pengambilan kesepakatan dalam uang japuik
3.      Memaparkan uang japuik yang dijalankan oleh masyarakat Pariaman





BAB II
PEMBAHASAN

1.     Tradisi uang japuik
Menurut samudra “ uang japuik adalah nilai tertentu yang akan dikembalikan kemudian kepada keluarga pengantin wanita pada saat setelah dilakukan acara pernikahan. Pihak pengantin pria akan mengembalikan dalam bentuk pemberian berupa emas atau barang berharga lainnya yang niainya setara dengan nilai uang japuik”.
Tradisi uang japuik ditandai dengan adanya uang pinangan yang dikenal dengan istilah uang japuik yang diberikan oleh pihak mempelai wanita kepada pihak mempelai pria. Biasanya jumlah uang japuik itu merupakan hasil kesepakatan antara mamak kedua belah pihak. Pada awalnya uang japuik ini berlaku bagi calon menantu yang hanya bergelar sutan,bagindo,dan sidi. Ketiga gelar ini diwariskan menurut nasab atau garis keturunan ayah atau patriakat, sedangkan sekarang jumlah uang japuik tersebut tidak hanya berdasarkan gelar tetapi juga melihat pangkat,jabatan,gelar sarjana dan pekrjaan si lelaki yang akan diambil untuk menjadi menantu dan pasangan kemanakannya.
Hal ini juga dikemukakan Sri Meiyenti dan Syahrizal dalam hasil penelitiannya, yaitu besar kecilnya pembayaran uang japuik tergantung dari status sosial si laki-laki yang akan diambil jadi menantu. Secara tradisional gelar kebangsawanan yang menjadi tolak ukur besar kecilnya uang japuik. Kalau orang bergelar sidi,bagindo,dan sutan jemputannya lebih besar dibandingkan dengan orng biasa karea orang ingin anak cucunya dialiri darah bangsawan. Sekarng cenderung melihat status sosial, seperti dokter,insinyur,dan sarajana (Meiyeti, Sri dkk:2010). Uang japuik ini berfungsi sebagai salah satu persyaratan pernikahan.
Pada umumnya bajapuik (dijemput) merupakan tradisis yang dilakukan oleh orang minang dalam prosesi adat perkawinan,karena dalam sistem matrilineal posisi suami (urang sumando) merupakan orang datang. Oleh karena itu, “datang dek dipanggia tibo dek dianta” (datang karena dipanggil,tiba karena diantar) diwujudkan kedalam bentuk prosesi bajapuik dalam perkawinan.
Namun, di Pariaman prosesi ini diinterprestasikan kedalam bentuk tradisis bajapuik, yang melibatkan barang-barang yang bernilai seperti uang,emas,dan upiah.sehingga kemudian dikenal dengan uang japuik (uang jemputan), agiah jalang (uang atau emas yang diberikan oleh pihak laki-laki saat pasca pernikahan). Secara teoritia tradisi bajapuik ini mengandung makna saling harga menghargai antara pihak perempuan dengan pihak laki-laki. Ketika laki-laki dihargai dalam bentuk uang japuik,maka sebaliknya pihak  perempuan dihargai dengan uang atau emas yang dilebihkan nilainya dari uang japuik.
Kabarnya dahulu pihak laki-laki akan merasa malu kepada pihak perempuan dan urang nagari, jika nilai agiah jalangnya lebih rendah dari pada nilai uang japuik yang telah mereka terima, tapi sekarang yang terjadi malah sebaliknya. Makna saling menghargai inilah yang menjadi prinsip dasar dari tradisis bajapuik. Namun dalam realitasnya yang terjadi saat ini, terdapat jurang yang tajam antara teori dan prakteknya.

2.     Cara pengambilan kesepakatan uang japuik
Mengenai cara pengambilan kesepakatan uang japuik tersebut,pengambilan keputusan berapa besar biaya nya uang japuik dan uang hilang itu pada saat acara ma antaan tando (mengantarkan tanda). Dimana pada saat ma antaan tando (mengantarkan tanda) ini keluarga/rombongan dari pihak wanita membawa buah tangan,biasanya buah tangan yang dibawa itu berupa kue,nasi kunyit,lapek,singgang ayam,ayam goreng,dan buaha-buahan. Bawaan ini jumlah nya bisa mencapai ratusan  dan nanti akan dibagikan oleh pihak laki-laki pada kelurganya serta urang nagari dengan makna memberitahukan pada semua orang bahwa anak laki-lakinya akan segera berkeluarga. Pengambilan keputusan dapat di ilustrasikan sebagai berikut:
Uang hilang tiga puluh juta. Uang japuik sepuluh emas.”kata bagindo pulin
Semuanya diam. Hening sesaat. Akan tetapi terdengar juga suara berbisik-bisik diantara mereka.Mengapa harga setinggi itu?
            “Ringankanlah sedikit?” Seseorang dari keluarga mempelai wanita menawar.
“Minta kurang boleh, tapi tidak terlalu diturunkan. “mereka mulai berdebat. Perdebatan antara kelompok mempelai wanita dengan kelompok mempeli pria.
“Lima belas juta uang hilang dan uang japuik lima emas.” Tawar keluarga mempelai wanita.
Rombongan keluarga mempelai pria berbisik seakan tidak setuju dengan tawaran tersebut.
“Dikerat dua sajalah”.
“Terlalu murah. Kalau sanggup dua puluh juta.”kata kelompok mempelai pria
Rombongan keluraga mempelai wanita berbisik mereka seakan merestui permintaan itu.
“Bagaimana Mak Uniang? Dua pulah juta uang japuik dan uang hilang sepuluh emas”.
“Ya kalau itu sudah kata sepakat kita bersama,”jawab Mak Uniang mengiyakan.
Dari ilustrasi di atas dapat disimpulkan kalau pengambilan keputusan itu tidak hanya sekali tawar langsung jadi,tapi ada tarik ulurnya. Setelah tercapai kata sepakat, maka pelunasan dari uang japuik dan uang hilang tersebut diberikan pada saat manjapuik mempelai pria pada saat akan berlangsungnya ijab qabul.

3.     Tradisi uang japuik di tengah-tengah masyarakat Pariaman sekarang ini
Dewasa ini, tradisi uang japuik di Pariaman masih dipertahankan dalam prosesi pernikahan adat di Pariaman. Dalam pelaksanaannya, untuk dapat menjalankan adat bajapuik ini banyak hal yang bisa dilakukan. Misalnya, jika ada pasangan yang sudah mengenal terlebih dahulu, karena suka sama suka maka mereka berdua yang bekerja sama untuk menyediakan uang japuik tersebut atau bahkan laki-laki yang memberikan uang japuik tersebut kepada si wanita untuk diserahkan kepada mamak yang laki-laki sebagai uang japuik dirinya. Karena uang japuik itu tidak untuk dibagikan kepada pihak keluarga laki-laki, tapi digunakan untuk biaya pesta pernikahan dan untuk dikembalikan pada mempelai wanita atau agiah jalang.
Tradisi bajapuik sekarang ini tidak hanya berlaku bagi mempelai pria yang memang asli keturunan pariaman saja. Daerah diluar pariaman sekarang juga memanfaatkan tradisi bajapuik ini bagi laki-laki yang berasal bukan dari pariaman. Mereka juga meminta putra nya untuk di japuik sama seperti masyarakat asli pariaman. Selain meminta uang japuik mereka juga meminta juadah(makanan khas pariaman yang terdiri dari ). Tetapi kebanyakan dari agiah jalang yang diberikan oleh pihak laki-laki luar pariaman ini sangat sedikit dibandingkan dengan uang japuik yang diberikan.
Selain itu juga ada laki-laki Pariaman tidak dijapuik sama sekali. Karena biasanya si laki-laki yang meminta pada orangtua perempuan agar mau dipersuntingnya. Biasanya si laki-laki telah memadan mamak nya terlebih dahulu, agar tidak meminta uang japuik pada keluarga perempuan. Biasanya si laki-laki juga akan membelikaan alat-alat kamar untuk si perempuan, malahan ada juga yang memberikan uang untuk modal pernikahan.
Memang pada prakteknya saat ini, yang namanya uang japuik itu tidak hanya menjadi urusan mamak semata. Tapi, juga menjadi urusan bagi kedua calon mempelai. Dulu masalah bajapuik ini memang mutlak berada ditangan mamak, malahan kalau tidak sesuai japuiknya dengan yang diminta oleh mamak si laki-laki, maka mereka bisa batal untuk mengarungi bahtera rumah tangga.















BAB III
PENUTUP

1.     Kesimpulan
Tradisi merupakan adat istiadat yang lahir dan turun temurun berkembang dan dijalankaan dalam masyarakat. Tradisi yang dimiliki oleh suatu daerah belum tentu dimiliki dan dijalankaan di daerah lain.
Tradisi uang japuik di Pariaman merupakan sebuah tradisi yang lahir dan dijalankan oleh masyarakat di Pariaman dan peran mamak sangatlah besar untuk keberlangsungan tradisi ini. Tradisi ini ada ketika dua buah keluarga akan mengadakan sebuah pernikahan. Sebuah pernikahan tidak akan dicapai atau sebuah rundingan tidak akan duduk jika mamak tidak ada.
Ketika laki-laki dihargai dalam bentuk uang japuik, maka sebaliknya pihak perempuan juga diharagai dengan uang,emas, dan barang berharga lainnya (agiah jalang) yang nilainya dilebihkan daari uang japuik.
Dewasa ini, besar kecilnya uang japuik tidak lagi sepenuhnya berdasarkan gelar kebangsawanan si laki-laki yaitu sidi,bagindo, dan sutan. Tapi juga telah melihat status sosial dari si laki-laki, seperti pekerjaan,jabatan,pangkat, dan gelar.

2.     Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas saran yang direkomendasikan adalah sebagai berikut:
1.      Bagi calon peneliti masalah ini, agar meneliti lebih dalam tentang bagaimana dan sampai kenapa ada yang namanya uang japuik di  Pariaman.
2.      Supaya masyarakat luar Pariaman tidak hanya menilai adat Pariaman khususnya bajapuik ini sebagai ajang merendahkan harga diri laki-laki saja. Tapi, lebih paham maksud dan tujuan dari bajapuik ini sendiri.
3.      Mamak dari pihak laki-laki janganlah terlalu keras dalam pengambilan keputusan berapa besarnya uang japuik kemenakannya.
4.      Besarnya uang japuik itu seharusnya juga melihat status sosial dari pihak perempuan serta perjalanan asmara si laki-laki dan perempuan tersebut














REFERENSI

Adona, Fitri. 1991. Pemberontakan “Matriakat” Pariaman terhadap doktrin
H. A. Dt. Rajo Mangkuto. 2010. Keseulthanan Minangkabau Pagaruyuang Darul Quorar : Dalam Sejarah dan Tambo Adat. Jakarta Pusat : Taushia.

Sumber Internet
http://adat-budaya minang.blogspot.com/ html